x

Senin, 23 Agustus 2010

Kesetiaan anjing kesayangan Professor Ueno

Kesetiaan seorang
sahabat
Di Kota Shibuya, Jepang,
tepatnya di alun-alun
sebelah timur Stasiun
Kereta Api Shibuya,
terdapat patung yang
sangat termasyur. Bukan
patung pahlawan
ataupun patung selamat
datang, melainkan
patung seekor anjing.
Dibuat oleh Ando Takeshi
pada tahun 1935 untuk
mengenang kesetiaan
seekor anjing kepada
tuannya.
Seorang Profesor
setengah tua tinggal
sendirian di Kota
Shibuya. Namanya
Profesor Hidesamuro
Ueno. Dia hanya
ditemani seekor anjing
kesayangannya, Hachiko.
Begitu akrab hubungan
anjing dan tuannya itu
sehingga kemanapun
pergi Hachiko selalu
mengantar. Profesor itu
setiap hari berangkat
mengajar di universitas
selalu menggunakan
kereta api. Hachiko pun
setiap hari setia
menemani Profesor
sampai stasiun. Di
stasiun Shibuya ini
Hachiko dengan setia
menunggui tuannya
pulang
tanpa beranjak pergi
sebelum sang profesor
kembali.. Dan ketika
Profesor Ueno kembali
dari mengajar dengan
kereta api, dia selalu
mendapati Hachiko
sudah menunggu dengan
setia di stasiun. Begitu
setiap hari yang
dilakukan Hachiko tanpa
pernah bosan.
Musim dingin di Jepang
tahun ini begitu parah.
Semua tertutup salju.
Udara yang dingin
menusuk sampai ke
tulang sumsum membuat
warga kebanyakan
enggan ke luar rumah
dan lebih memilih tinggal
dekat perapian yang
hangat.
Pagi itu, seperti biasa
sang Profesor berangkat
mengajar ke kampus. Dia
seorang profesor yang
sangat setia pada
profesinya. Udara yang
sangat dingin tidak
membuatnya malas
untuk menempuh jarak
yang jauh menuju
kampus tempat ia
mengajar. Usia yang
semakin
senja dan tubuh yang
semakin rapuh juga tidak
membuat dia beralasan
untuk tetap tinggal di
rumah. Begitu juga
Hachiko, tumpukan salju
yang tebal dimana-mana
tidak menyurutkan
kesetiaan menemani
tuannya berangkat kerja.
Dengan jaket tebal dan
payung yang terbuka,
Profesor Ueno berangkat
ke stasun Shibuya
bersama Hachiko.
Tempat mengajar
Profesor Ueno
sebenarnya tidak terlalu
jauh dari tempat
tinggalnya. Tapi memang
sudah menjadi kesukaan
dan kebiasaan Profesor
untuk naik kereta setiap
berangkat maupun
pulang dari universitas.
Kereta api datang tepat
waktu. Bunyi gemuruh
disertai terompet
panjang seakan sedikit
menghangatkan stasiun
yang penuh dengan
orang-orang yang sudah
menunggu itu. Seorang
awak kereta yang sudah
hafal dengan Profesor
Ueno segera berteriak
akrab ketika kereta
berhenti. Ya, hampir
semua
pegawai stasiun maupun
pegawai kereta kenal
dengan Profesor Ueno
dan anjingnya yang setia
itu, Hachiko. Karena
memang sudah bertahun-
tahun dia
menjadi pelanggan setia
kendaraan berbahan
bakar batu bara itu.
Setelah mengelus dengan
kasih sayang kepada
anjingnya layaknya dua
orang sahabat karib,
Profesor naik ke gerbong
yang biasa ia tumpangi.
Hachiko memandangi
dari tepian balkon ke
arah menghilangnya
profesor dalam kereta,
seakan dia ingin
mengucapkan, " saya
akan menunggu tuan
kembali."
" Anjing manis, jangan
pergi ke mana-mana ya,
jangan pernah pergi
sebelum tuan kamu ini
pulang!" teriak pegawai
kereta setengah
berkelakar.
Seakan mengerti ucapan
itu, Hachiko menyambut
dengan suara agak
keras,"guukh! "
Tidak berapa lama
petugas balkon meniup
peluit panjang, pertanda
kereta segera
berangkat. Hachiko pun
tahu arti tiupan peluit
panjang itu. Makanya dia
seakan-akan bersiap
melepas kepergian
profesor tuannya dengan
gonggongan ringan. Dan
didahului semburan asap
yang tebal, kereta pun
berangkat. Getaran yang
agak keras membuat
salju-salju yang
menempel di dedaunan
sekitar stasiun sedikit
berjatuhan.
Di kampus, Profesor
Ueno selain jadwal
mengajar, dia juga ada
tugas menyelesaikan
penelitian di
laboratorium. Karena itu
begitu selesai mengajar
di kelas, dia segera siap-
siap memasuki lab untuk
penelitianya. Udara yang
sangat dingin di luar
menerpa Profesor yang
kebetulah lewat koridor
kampus.
Tiba-tiba ia merasakan
sesak sekali di dadanya.
Seorang staf pengajar
yang lain yang melihat
Profesor Ueno limbung
segera memapahnya ke
klinik kampus.
Berawal dari hal yang
sederhana itu, tiba-tiba
kampus jadi heboh
karena Profesor Ueno
pingsan. Dokter yang
memeriksanya
menyatakan
ProfesorUeno menderita
penyakit jantung, dan
siang itu kambuh.
Mereka berusaha
menolong dan
menyadarkan kembali
Profesor. Namun
tampaknya usaha
mereka sia-sia. Profesor
Ueno meninggal dunia.
Segera kerabat Profesor
dihubungi. Mereka
datang ke kampus dan
memutuskan membawa
jenazah profesor ke
kampung halaman
mereka, bukan kembali
ke rumah Profesor di
Shibuya.
Menjelang malam udara
semakin dingin di stasiun
Shibuya. Tapi Hachiko
tetap bergeming dengan
menahan udara dingin
dengan perasaan gelisah.
Seharusnya Profesor
Ueno sudah kembali,
pikirnya. Sambil mondar-
mandir di sekitar balkon
Hachiko mencoba
mengusir
kegelisahannya.
Beberapa orang yang ada
di stasiun merasa iba
dengan kesetiaan anjing
itu. Ada yang mendekat
dan mencoba
menghiburnya, namun
tetap saja tidak bisa
menghilangkan
kegelisahannya. Malam
pun datang. Stasiun
semakin sepi. Hachiko
masih menunggu di situ.
Untuk menghangatkan
badannya dia meringkuk
di pojokan salah satu
ruang tunggu. Sambil
sesekali melompat
menuju balkon setiap
kali ada kereta datang,
mengharap tuannya ada
di antara para
penumpang yang datang.
Tapi selalu saja ia harus
kecewa, karena Profesor
Ueno tidak pernah
datang. Bahkan hingga
esoknya, dua hari
kemudian, dan berhari-
hari berikutnya dia tidak
pernah datang. Namun
Hachiko tetap menunggu
dan menunggu di stasiun
itu, mengharap tuannya
kembali. Tubuhnya pun
mulai menjadi kurus.
Para pegawai stasiun
yang kasihan melihat
Hachiko dan penasaran
kenapa Profesor Ueno
tidak pernah kembali
mencoba
mencari tahu apa yang
terjadi. Akhirnya didapat
kabar bahwa Profesor
Ueno
telah meninggal dunia,
bahkan telah
dimakamkan oleh
kerabatnya. Mereka pun
berusaha memberi tahu
Hachiko bahwa tuannya
tak akan pernah
kembali lagi dan
membujuk agar dia tidak
perlu menunggu terus.
Tetapi anjing itu seakan
tidak percaya, atau tidak
peduli. Dia tetap
menunggu dan
menunggu tuannya di
stasiun itu, seakan dia
yakin bahwa tuannya
pasti akan kembali.
Semakin hari tubuhnya
semakin kurus kering
karena jarang makan.
Akhirnya tersebarlah
berita tentang seekor
anjing yang setia terus
menunggu tuannya
walaupun tuannya sudah
meninggal. Warga pun
banyak yang datang
ingin melihatnya. Banyak
yang terharu. Bahkan
sebagian sempat
menitikkan air matanya
ketika melihat dengan
mata kepala sendiri
seekor anjing yang
sedang meringkuk di
dekat pintu masuk
menunggu tuannya yang
sebenarnya tidak pernah
akan kembali. Mereka
yang simpati itu ada
yang memberi makanan,
susu, bahkan selimut
agar tidak kedinginan.
Selama 9 tahun lebih, dia
muncul di station setiap
harinya pada pukul 3
sore, saat dimana dia
biasa menunggu
kepulangan tuannya.
Namun hari-hari itu
adalah saat dirinya
tersiksa karena tuannya
tidak kunjung tiba. Dan
di suatu pagi, seorang
petugas kebersihan
stasiun tergopoh-gopoh
melapor kepada pegawai
keamanan. Sejenak
kemudian suasana
menjadi ramai. Pegawai
itu menemukan tubuh
seekor anjing yang sudah
kaku meringkuk di
pojokan ruang tunggu.
Anjing itu sudah menjadi
mayat. Hachiko sudah
mati. Kesetiaannya
kepada sang tuannya pun
terbawa sampai mati.
Warga yang mendengar
kematian Hachiko segera
berduyun-duyun ke
stasiun Shibuya. Mereka
umumnya sudah tahu
cerita tentang kesetiaan
anjing
itu. Mereka ingin
menghormati untuk yang
terakhir kalinya.
Menghormati sebuah arti
kesetiaan yang kadang
justru langka terjadi
pada manusia.
Mereka begitu terkesan
dan terharu. Untuk
mengenang kesetiaan
anjing itu mereka
kemudian membuat
sebuah patung di dekat
stasiun Shibuya. Sampai
sekarang taman di
sekitar patung itu sering
dijadikan tempat untuk
membuat janji bertemu.
Karena masyarakat di
sana berharap ada
kesetiaan seperti yang
sudah dicontohkan oleh
Hachiku saat mereka
harus menunggu maupun
janji untuk datang.
Akhirnya patung Hachiku
pun dijadikan
symbol kesetiaan.
Kesetiaan yang tulus,
yang terbawa sampai
mati.