x

Sabtu, 28 Agustus 2010

Bab 4
KEKUATAN OTAK,
KEKUATAN JIWA
Jiwa adalah sumber
kekuatan seseorang.
Orang yang Jiwanya
lemah, akan tampil
sebagai sosok yang
lemah. Sedangkan orang
yang berjiwa kuat akan
tampil sebagai sosok
yang 'kuat' pula. Tentu
saja, bukan sekadar
dalam arti fisik.
Melainkan 'kekuatan'
pribadinya dalam
menghadapi gelombang
kehidupan.
Orang yang memiliki Jiwa
kuat, bukan hanya
berpengaruh pada
keteguhan pribadinya,
melainkan bisa
digunakan untuk
mempengaruhi orang
lain, bahkan benda-
benda di sekitarnya.
Anda melihat betapa
besarnya kekuatan yang
ditebarkan oleh Bung
Karno sebagai ahli
pidato. Ia bisa
mempengaruhi ribuan
orang hanya dengan
kata-katanya. Ribuan
orang terpesona dan rela
berpanas-panas,
berdesak-desakan, atau
berjuang dan berkorban,
mengikuti apa yang dia
pidatokan.
Anda juga bisa
merasakan, betapa
hebatnya kekuatan yang
digetarkan oleh Mozart
dan Beethoven lewat
karya-karya musiknya.
Berpuluh tahun karya
mereka dimainkan dan
mempesona banyak
musikus atau penikmat
musik di seluruh dunia.
Atau, lebih dahsyat lagi,
adalah kekuatan yang
terpancar dari Jiwa para
nabi. Keteladanan dan
risalah yang beliau bawa
telah mampu
menggetarkan satu
setengah miliar umat di
seluruh penjuru planet
bumi ini untuk
mengikutinya. Bahkan
terus berkembang,
selama hampir 1500
tahun terakhir.
Bagaimana semua itu
bisa terjadi? Dan
darimana serta dengan
cara apa kekuatan yang
demikian dahsyat itu
terpancar? Semua itu
ada kaitannya dengan
kekuatan Jiwa yang
terpancar dari
seseorang. Dengan
mekanisme otak sebagai
pintu keluar masuknya.
Mempelajari aktivitas
otak, berarti juga
mempelajari aktivitas
Jiwa. Kenapa demikian?
Karena seperti telah kita
bahas di depan, Jiwa
adalah program-program
istimewa yang
dimasukkan ke dalam
sel-sel otak. Dan
program-program itu
lantas berkolaborasi
membentuk suatu sistem
di dalam organ otak.
Karena itu, setiap apa
yang dihasilkan otak
adalah pancaran dari
aktivitas Jiwa kita.
Bagaimana
memahaminya? Banyak
cara. Di antaranya
dengan memahami
produk-produk otak
sebagai organ pemikir.
Kalau kita membaca
karya seseorang, baik
berupa karya tulis,
musik, pidato, atau
karya-karya seni dan
ilmu pengetahuan
lainnya, kita sedang
memahami pancaran
jiwa seseorang.
Di dalam karya itu
terkandung energi, yang
tersimpan di dalam
maknanya. Untuk bisa
merasakan energi
tersebut tentu kita harus
menggunakan Jiwa untuk
memahaminya. Jika kita
sekadar menggunakan
panca indera terhadap
suatu karya, tapi hati
atau Jiwa kita tidak ikut
dalam proses
pemahaman itu, tentu
kita tidak bisa
merasakan besarnya
energi yang terpancar.
Karya itu tidak lebih
hanya sebagai seonggok
benda mati. Tapi, begitu
kita melibatkan hati dan
Jiwa, tiba-tiba karya itu
menjadi hidup dan
bermakna.
Yang demikian itu bisa
terjadi pada pemahaman
apa saja. Setiap kali kita
ingin menangkap makna,
maka kita harus
melibatkan hati dan Jiwa.
Hati adalah sensor
penerima getaran
universal di dalam diri
seseorang. Ada yang
menyebutnya sebagai
indera ke enam.
Kombinasi antara panca
indera dan hati akan
menyebabkan kita bisa
melakukan pemahaman.
Tapi semua sinyalnya
tetap dikirim ke otak
sebagai pusat
pemahaman atas
informasi panca indera
dan hati tersebut. Di
situlah Jiwa bekerja
sebagai mekanisme
kompleks dari seluruh
rangkaian software yang
ada di sel-sel otak.
Jadi, otak memancarkan
gelombang energi yang
tersimpan di dalam
maknanya. Makna itu
sendiri sebenarnya
bukanlah energi,
meskipun ia mengandung
energi. Makna juga
bukan materi. Makna
adalah makna alias
' informasi'.
Selama ini, kita
memahami eksistensi
alam semesta hanya
tersusun dari 4 variable,
yaitu Ruang, Waktu,
Materi dan Energi.
Sebenarnya, 'Informasi'
adalah variable ke 5 yang
turut menyusun alam
semesta.
Para pakar Fisika tidak
memasukkan 'Informasi'
sebagai salah satu
variable penyusun alam,
karena pengukuran
' Informasi' itu tidak bisa
dilakukan oleh alat ukur
material seperti
mengukur Ruang, Waktu,
Energi dan Materi.
Makna atau informasi
hanya bisa diukur oleh
'perasaan' makhluk
hidup.
Tetapi seiring dengan
perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi, informasi kini
semakin bisa diukur
secara lebih kuantitatif
bukan hanya kualitatif
saja. Sehingga, saya kira
sudah waktunya kita
memasukkan 'variable
Informasi' sebagai Salah
satu dari 5 variable
penyusun eksistensi alam
semesta.
Nah, variabel ke 5 inilah
yang banyak berperan
ketika kita
membicarakan makhluk
hidup. Khususnya yang
berkaitan dengan Jiwa
dan Ruh. Sebab, ukuran-
ukuran yang bisa kita
kenakan pada aktivitas
Jiwa dan Ruh itu bukan
cuma sebatas ukuran
Ruang, Waktu, Energi
dan Materi, melainkan
ukuran 'informasi' alias
'makna'. Dan itu belum
terwadahi oleh 4 varaibel
tersebut.
Mungkinkah ada suatu
peralatan yang bisa
mengukur baik dan
buruk? Atau adakah alat
secanggih apapun yang
bisa mengukur tingkat
keindahan, kejengkelan,
kebosanan,
ketentraman, kebencian,
kedamaian, dan
kebahagiaan? Semua itu
terkait dengan informasi
dan makna.
Sebenarnyalah 'makna'
itu memiliki arti yang
lebih mendalam
dibandingkan sekedar
informasi.
Meskipun, tidak bisa
diukur secara langsung
sebagaimana mengukur
kuantitas Ruang, Waktu,
Energi dan Materi, tapi
informasi dan 'makna' itu
bisa bermanifestasi ke
dalam Ruang, Waktu,
Materi dan Energi.
Informasi dan Makna
menjelajah ke seluruh
dimensi tersebut.
Sebagai contoh, rasa
bahagia bisa terpancar di
wajah seseorang (dalam
bentuk materi dan
energi), dalam kurun
waktu tertentu di suatu
tempat (menempati
Ruang dan Waktu).
Informasi tersebut juga
bisa ditransfer kepada
orang lain, sehingga
memunculkan energi
tertentu. Jika anda
sedang merasa gembira,
kemudian menceritakan
kegembiraan itu kepada
orang dekat anda, maka
orang itu akan merasa
ikut bergembira. Dan
ketika dia ikut merasa
gembira, dia sebenarnya
telah menerima energi
kegembiraan itu dari
anda. Dia tiba-tiba
terdorong untuk
tertawa, atau bahkan
menangis gembira.
Dalam bentuk apakah
energi kegembiraan itu
terpancar ke orang
dekat anda? Apakah
suara anda yang keras
dan menggetarkan
gendang telinganya itu
yang menyebabkan dia
tertawa? Pasti bukan.
Apakah juga karena
suara anda yang
mengalun merdu,
sehingga ia ikut gembira.
Juga bukan. Yang
menyebabkan dia ikut
gembira adalah karena
' isi' alias 'makna' cerita
anda itu.
Dan uniknya, energi yang
tersimpan di dalam
makna itu tidak bisa
diukur besarnya secara
statis, seperti mengukur
waktu, atau energi
panas. Energi 'informasi'
itu besarnya bisa
berubah-ubah
bergantung kepada
penerimanya.
Kalau si penerima berita
demikian antusias dalam
menanggapi berita
gembira itu, maka dia
akan menerima energi
yang lebih besar lagi.
Mungkin dia bisa
tertawa sambil berurai
air mata gembira,
berjingkrak-jingkrak, dan
seterusnya. Padahal, bagi
orang lain, berita yang
sama tidak menimbulkan
energi sehebat itu.
Dimana kunci kehebatan
transfer energi informasi
itu berada? Terletak
pada dua hal, yang
pertama adalah makna
yang terkandung di
dalamnya, sejak dari
informasi itu berasal.
Dan yang kedua, sikap
hati si penerima
informasi. Keduanya bisa
saling memberikan efek
perlipatan kepada energi
yang dihasilkan.
Jadi kekuatan energi
informasi terletak pada
' kualitas interaksi'
antara sumber informasi,
penerima, dan makna
yang terkandung di
dalamnya. Dan, semua
itu berlangsung dengan
sangat dinamis. Itulah
yang terjadi dalam
mekanisme pancaran
gelombang otak kita,
sebagai representasi
Jiwa.
Memang dalam kadar
tertentu, otak
memancarkan
gelombang dengan
frekuensi yang bisa
ditangkap dengan
mengunakan alat-alat
perekam
elektromagnetik
tertentu. Katakanlah
electric Encephalograph
atau Magneto
Encephalograph. Tapi
yang terukur di sana
hanyalah amplitudo dan
frekuensinya saja. Atau,
mungkin ditambah
dengan pola
gelombangnya. Sama
sekali tidak bisa diukur
berapa besar energi
' makna' yang tersimpan
di dalamnya. Misalnya,
apakah orang yang
diukur gelombang
otaknya itu sedang
gembira atau bersedih.
Atau, lebih rumit lagi,
apakah dia sedang
berpikir jahat atau
berpikir baik.
Energi makna itu baru
bisa diketahui ketika
dipersepsi lewat sebuah
interaksi dengan orang
lain. Artinya, sampai
sejauh ini alat ukur yang
digunakan haruslah
makhluk hidup, yang
memiliki 'hati' dan Jiwa
sederajat dengan sumber
informasi.
Namun demikian, secara
umum, kita bisa
mengetahui kondisi Jiwa
seseorang lewat jenis
gelombang otak dan
frekuensi yang
dipancarkannya.
Misalnya, kalau otak
seseorang memancarkan
gelombang dengan
frekuensi 13 Hertz atau
lebih, dia sedang
keadaan sadar penuh
alias terjaga.
Kalau pancaran
gelombang antara 8 - 13
hertz, maka dia sedang
terjaga tapi dalam
suasana yang rileks alias
santai. Jika otaknya
memancarkan
gelombang di bawah 8
hertz, maka orang itu
mulai tertidur. Dan jika
memancarkan frekuensi
lebih rendah lagi, di
bawah 4 Hz, ia berarti
tertidur pulas. Dan
ketika bermimpi, dia
kembali akan
memancarkan frekuensi
gelombang yang
meningkat, meskipun dia
tidak terjaga.
Jadi, secara umum kita
melihat bahwa 'aktivitas'
otak seiring dengan
aktivitas Jiwa. Aktivitas
Jiwa bakal memancarkan
energi Makna. Energi
makna itu lantas memicu
munculnya energi
elektromagnetik di sel-
sel otak. Dan berikutnya,
energi elektromagnetik
tersebut memunculkan
jenis-jenis
neurotranmister dan
hormon tertentu yang
terkait dengan kualitas
aktivitas Jiwa itu.
Misalnya
neurotransmiter untuk
kemarahan berbeda
dengan gembira,
berbeda dengan sedih,
malas, dan lain
sebagainya seperti telah
kita bahas di depan.
AKTIVITAS KELISTRIKAN
OTAK
Salah satu aktivitas otak
yang paling dominan
adalah munculnya sinyal-
sinyal listrik. Setiap kali
berpikir, otak bakal
menghasikan sinyal-
sinyal listrik. Bahkan
sedang santai pun
menghasilkan sinyal-
sinyal listrik. Apalagi
sedang tegang dan
stress. Sinyal itu
dihasilkan oleh sel-sel
yang jumlahnya sekitar
100 miliar di dalam otak
kita. Jadi, sebanyak
bintang-bintang di
sebuah galaksi.
Kalau kita lihat dalam
kegelapan, miliaran sel
itu memang seperti
bintang-bintang yang
sedang berkedip-kedip di
angkasa. Setiap kali sel
itu aktif, dia bakal
berkedip menghasilkan
sinyal listrik. Jika ada
sekelompok sel yang
aktif, maka sekelompok
sel di bagian otak itu
bakal menyala. Di sana
dihasilkan gelombang
dengan energi tertentu.
Bahkan bisa dideteksi
dari luar batok kepala
dengan menggunakan
alat pengukur
gelombang otak, EEG
atau MEG.
Darimana kedipan itu
muncul? Dari aktifnya
program-program yang
tersimpan di inti sel
otak. Setiap saat di otak
kita muncul stimulasi-
stimulasi yang
menyebabkan aktifnya
bagian otak tertentu.
Misalnya, kita melihat
mobil